Home > Hikmah
Kisah As-Syafi’i dan Para Pendengki
Adalah Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, termasuk ulama yang masyhur dengan hiasan akhlak terpuji. Selain dermawan, ia juga terkenal berhati lapang, lembut, penyabar dan penuh kasih sayang. Berkali-kali sekelompok pendengki berupaya membuatnya marah. Namun sayang, upaya demi upaya selalu gagal. Sampai pada suatu hari, sekelompok pendengki mendatangi seorang tukang jahit setelah mengetahui bahwa As-Syafi’i meminta agar dibuatkan baju di sana. Baca Juga: Kisah Ayah Imam Syafii Mencari Rizki yang Halal Segala bujuk rayu mereka lakukan di hadapan si tukang jahit demi menyalurkan misi kedengkian mereka terhadap As-Syafi’i. Sampai-sampai mereka berani membayar mahal si tailor agar ia menuruti apapun yang mereka mau. Pendek kisah, setelah mendapati tawaran bayaran yang tinggi, bapak tukang jahit langganan As-Syafi’i itupun sanggup menjalankan perintah apapun. Tanpa pikir panjang, para pendengki lekas menyerahkan uang dan membisikkan sebuah misi aneh. Selama menjadi penjahit senior, baru pertama kali itu ia mendapat misi yang melenceng dari kapasitasnya sebagai tukang jahit profesional. Rupanya, ia diminta agar menjahit lengan kanan baju seorang imam yang ia kagumi, As-Syafi’i, dengan sangat sempit. Sekiranya as-Syafi’i akan kesulitan memasukkan tangan kanannya dan tentu lebih sukar lagi untuk mengeluarkannya. Sedang lengan kiri baju tersebut dibuat berumbai-rumbai, sangat lebar. Kurang lebih mungkin seperti lengan baju Mak Lampir. Sebuah misi yang sangat tidak mudah bagi seorang penjahit profesional. Sebab, mustahil ia tanpa sengaja menjahit dengan sebegitu aneh. Profesionalitasnya akan menduskan buah tangannya sendiri. Tetapi, sanggup atau tidak, ia harus melakukannya. Kontrak sudah ia tanda tangani dan uang telah ia terima. Tidak lama berselang, tukang jahit mengantarkan baju aneh itu kepada As-Syafi’i. Dengan bentuk baju yang sedemikian unik dan mengocok perut para pendengki, diharapkan As-Syafi’i akan marah geram dengan muka yang merah padam. Harapan para pendengki, As-Syafi’i akan memaki-maki si tukang jahit sambil mengeluarkan dalil-dalil agama. Menyampaikan hadits dan beberapa ayat Al-Qur’an sambil berapi-api, penuh kebencian. Namun, As-Syafi’i yang mereka hadapi dari dulu hingga saat ini tetaplah As-Syafi’i yang lembut, penuh kasih sayang dan anti siaran kebencian. Alih-alih diharapkan memaki-maki, malah berterima kasih dan mendoakan tukang jahit langganannya yang profesional itu. Jangankan sampai memaki, bertanya mengapa ia menjahit seperti itu saja tidak keluar dari lisan As-Syafi’i. Dalam kondisi yang sedemikian “keruh”, ia mampu sangat cepat mengendalikan kemarahannya dan mengubahnya menjadi energi positif yang dahsyat, menjadi terima kasih dan doa kebaikan. As-Syafi’i berkata:
جزاك الله خيرا حيث ضيّقْتَ كمي اليمين لأجل الكتابة ولم تحوجني إلى تشميره ووسّعْتَ اليسار لأحمل فيه الكتب
Artinya, “Terima kasih, semoga Allah membalasmu dengan limpahan kebaikan lantaran engkau menjahit lengan kanan bajuku sangat sempit, dengan begini aku tidak perlu repot menggulungnya ketika menulis dan berkarya. Adapun lengan baju kiriku yang merumbai, itu sangat menguntungkan bagiku. Lengan baju itu memudahkanku membawa pelbagai kitab dengan jumlah banyak.” Sang tukang jahit, seketika tersipu malu melihat sikap seorang imam mulia yang ia kagumi selama ini. Ia bertekad tidak akan pernah melakukan hal serupa lagi. Berkat pengendalian As-Syafi’i, tukang jahit itu pun bertaubat. Ternyata, sikapnya tersebut mampu menjadi energi nasehat yang besar.