Home > Hikmah
Kisah Seorang yang Berburuk Sangka dan 40 Kuda Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Seseorang berburuk sangka kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Ia meragukan kezuhudan wali besar itu saat melihat kemegahan kandang kudanya. Seorang laki-laki datang ke Baghdad. Alasan kedatangannya karena mendengar kemasyhuran Syekh Abdul Qadir. Tiba di Baghdad, laki-laki itu langsung menuju tempat Syekh Abdul Qadir dengan maksud ingin menemuinya. Namun, setibanya di dekat kediaman Syekh Abdul Qadir, ia terkejut. Ia melihat kemegahan kandang kuda Syekh Abdul Qadir.
Hamparannya terbuat dari emas dan perak. Dan di dalamnya terdapat 40 ekor kuda yang sangat bagus dan belum pernah ada tandingnya. Muncullah sangkaan buruk di hati laki-laki tersebut, “Katanya, ini seorang wali Allah, tapi kenyataannya ia seorang pecinta dunia! Masak iya, ada wali sangat cinta kepada dunia seperti ini? Orang semacam ini benar-benar tak layak menjadi wali Allah.”
Akhirnya, laki-laki tersebut tak jadi menemui Syekh Abdul Qadir dan lebih memilih singgah di salah satu rumah penduduk. Tak lama berselang, laki-laki itu jatuh sakit yang cukup parah, sehingga para dokter pun angkat tangan mengobatinya. Beberapa waktu kemudian ada seorang ulama ahli hikmah memberi saran, “Penyakit ini tidak akan sembuh kecuali diobati dengan hati 40 ekor kuda,” yang digambarkan begini-begini sifatnya. Orang-orang pun mengatakan, “Tidak ada yang memiliki kuda seperti itu dan sebanyak itu kecuali Syekh Abdul Qadir. Coba saja temui karena ia seorang yang murah hati dan dermawan.” Ditemuilah Syekh Abdul Qadir untuk diminta kudanya.
Dan hasilnya luar biasa biasa. Syekh memberikan dan merelakan semua kudanya untuk dijadikan obat penyakit si laki-laki tadi. Maka satu per satu kuda dari Syekh Abdul Qadir itu disembelih lalu diambil hatinya lalu dijadikan obat si laki-laki. Setelah diobati dengan hati kuda, laki-laki itu sembuh lagi seperti biasa.
Untuk menyampaikan terima kasih, si laki-laki pun datang menghadap Syekh. Kepada si laki-laki, Syekh Abdul Qadir menjelaskan, “Jika engkau tidak tahu, kuda-kuda itu sengaja aku beli untuk mengobati penyakitmu. Sebab, kemarin engkau datang ke sini semata-mata karena senang kepadaku. Aku tahu engkau akan jatuh sakit. Dan tidak ada obatnya kecuali hati 40 ekor kuda yang seperti ini sifat-sifatnya. Tapi engkau tidak mengetahuinya. Buktinya, engkau bertamu di rumah orang lain.” Sejak itu, laki-laki tersebut bertobat dan memperbaiki keyakinan hati. (Lihat: Tafrihul Khathir fi Manaqib asy-Syaikh Abdul Qadir dan Manaqibis Syekh Abdul-Qadir Bahasa Sunda, halaman 27).
Dari kisah di atas dapat dipetik beberapa pelajaran:
1. Syekh Abdul Qadir adalah seorang yang telah mencapai derajat kewalian yang tinggi, sehingga menyandang gelar “Sulthanul-Aulia” alias rajanya para wali.
2. Karena keluhuran derajatnya, Syekh Abdul Qadir memiliki karamah yang luar biasa. Salah satunya karamah menyelamatkan orang-orang yang mencintainya.
3. Hadirnya para wali di majelis-majelis mulia dan nyatanya pertolongan mereka kepada orang-orang yang berwasilah dengan mereka.
4. Zuhud bukan berarti menolak dunia, melainkan tidak bergantungnya hati pada dunia dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Justru dengan zuhud, dunia menjadi sarana mencapai rida Allah. Sebab, kunci zuhud terletak pada ketidaktertarikan hati pada dunia, bukan pada banyaknya harta.
5. Betapa murahnya hati Syekh Abdul Qadir, sampai-sampai merelakan 40 ekor kudanya untuk mengobati orang yang mencintainya. Sikap itu sekaligus mementahkan prasangka buruk terhadap dirinya sebagai pecinta dunia yang jauh dari sifat zuhud.
6. Tidak boleh berburuk sangka kepada sesama manusia, sebab boleh jadi ia adalah wali atau kekasih Allah. Sementara dari wali-wali Allah banyak perkara luar di luar nalar sebagai bentuk karamahnya. Wallahu ‘alam.