Napak Tilas Mahasantri Ma’had Al-Jami’ah UIN Mataram

Oleh Ustdz Ahmad Zohdi, M.Pd.I

Ma’had kampus hadir dalam berbagai situasi dan kondisi serta dapat dipastikan bahwa lembaga ini menjadi jawaban tentang tidak tersedianya lembaga pemerintah yang mempersiapkan tempat untuk dibina dan diasah kemampuannya di dunia akademik kampus, meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana dan karekteristik yang beragam serta tidak pernah mati. Demikian pula komponen yang ada didalamnya seperti ustadz dan mahasantri (istilah kampus/perguruan tinggi) senantiasa mengabdikan dirinya demi keberlangsungan ma’had tempat pengabdian yang terkadang dan sering tidak diurus. Tentu keberadaan pengurus ini tidak dapat diukur dengan standar sistem pendidikan yang sudah mapan dan include dengan kampus itu sendiri termasuk tenaga pengajar yang dibayar dalam bentuk financial yang layak, bahkan untuk ukuran normalnya sangat fantastis.

Selanjutnya, model pendidikan yang ada cukup mapan dan dirasakan sudah sesuai dengan perkembangan pendidikan zaman digital atau zaman now. Ma’had menjadi suatu trend yang mengadaptasi pendidikan modern dengan pesantren yang dibarengi kondisi kekinian perguruan Tinggi Islam. Lebih jauh lagi, sistem pendidikan ma’had nampak sederhana bila dilihat sebagai sistem pendidikan yang mampu menyiapkan mahasantri dengan memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) dimana program ini mengandung proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama (mahad). Dari sini dapat di mengerti bahwa mahad secara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan domain positive effect pada ma’had bukan hanya sebagai tempat belajar melainkan proses penghidupan itu sendiri yang membentuk spiritual penghuninya.

Secara garis besar, mahad lebih memprioritaskan pendidikan pada sistem sekolah formal dan penekanan soft skill lainnya. Keterampilan yang handal pada gilirannya lulusan mahad siap berada pada dunia rill mahasantri. Di sisi lain, terjadinya modernisasi yang begitu cepat, dapat memberikan respon yang berbeda-beda pada sebagian ma’had yang telah ada baik yang menolak campur tangan dunia sossial lainnya, karena anggapan dapat mengancam eksistensi pendidikan yang ada mahad. Tetapi respon akomodatif dengan mengadopsi system yang di kenal dengan akademik dan non akademik pada mahad Al Jamiah UIN Mataram.

Semenjak kemunculannya mahad yang sudah banyak diberbagai perguruan tinggi di luar wilayah Lombok (NTB). Harapan terbesarnya menjadikan Mahad yang senantiasa menjadi basis pengembangan Islam di perguruan tinggi. Dalam hal ini, mahad di berikan tugas berat yang harus di emban tidak terurus oleh institusi yang menaunginya. Selain menjadi lembaga pendidikan yang konsentrasinya dalam mengambil peran yang strategis sebagai lembaga sosial dalam mengontrol masyarakat sekitar dalam menyikapi tantangan anak sekarang yang sudah tergerus oleh digitalisasi dan hedonisme kehidupan.

Konsistensi perlawanan pesantren ini, pada gilirannya mengantarkan kaum primitive (sarung) lembaga pendidikan yang khas dan unik harus mempertahankan ketradisionalannya. Namun, pendapat pimpinan mahad dan institusi yang paling benar yang mulai mengadopsi elemen-elemen budaya dan pendidikan dari luar. Secara umum, penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya yang ada dimahad tidak terlepas dari inovasi seluruh elemen pengurusnya.

Kriteria pendidikan nonformal dalam penyelenggaraan pendidikan yang sudah mulai terstruktur, paling tidak bersifat aplikasi yang diberikan di asrama lingkungan mahad. Kategori mahad dalam konteks kekinian, tidak mudah untuk diklasifikasikan jenis dan macamnya. Mahad Al-jamiah yang memadukan tradisionality dan modernity tarbiyah.

Dengan demikian, sistem pengajaran yang formal atau ala klasikal (pengajaran di dalam kelas) dan kurikulum terpadu diadopsi dengan penyesuaian tertentu dan nilai keunggulan yang menjadi titik temu antara agama dan sosial mahasantri sekalipun proporsi pendidikan agama lebih mendominasi dalam setiap kegiatan pengajiannya. Secara benang merah yang dapat di sintesakan, ciri khas yang memprioritaskan pendidikan pada system yang lebih spesifik pada speaking sebagai pendukungnya. Disisi lain, pada mahad diperlukannya beberapa kemampuan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, di antaranya kemampuan untuk peningkatan kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK.

Disamping system pendidikan yang menjadi ciri basic mahad sekalipun belum terurus dengan baik oleh lembaga atau institusi tempatnya berlembaga, di dalam diri mahad terdapat nuansa-nuansa lain yang tidak di temukan pada lembaga atau mahad lain. Pada bagian yang nyaris kasap mata serta menjadi bagian tersendiri yang awali dan mulai dari dilematis pacaran antar mahasantri, pertarungan pragmatis antar teman sekamar, meruntuhkan ego yang terpenuhi nasehat teman sekamar dengan dalil kebersamaan, air yang nyaris kurang tersedia bagi sebagian mabna, pertaruhan mahasantri dengan waktu yang tidak terkontrol sebagai frame yang menghiasinya. Dilematisme mahasantri yang dapat mengokohkan spirit untuk mengejar sesuatu yang belum “pasti” dan “mungkin” itu sendiri. Wallahhulmaufiqwalhadi.